Rabu, 19 Desember 2012

INTEREPRETASI MAKNA DALAM PUISI


DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali

Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati

MAJU

Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu

Sekali berarti
Sudah itu mati

MAJU

Bagimu negeri
Menyediakan api

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943

Apresiasi Puisi “Diponegoro”
Pangeran Diponegoro adalah patriot bangsa yang pantas untuk diteladani. Di masa pembangunan ini semangat perjuangan Pangeran Diponegoro harus dihidupkan kembali di dalam jiwa kita (Tuan hidup kembali/ dan bara kagum menjadi api). Chairil melihat betapa Pangeran Diponegoro begitu bergairah mempertahankan hidup ini. Tanpa rasa takut, tanpa rasa bimbang, seakan-akan semua persoalan hidup ini sudah terjawab. "Di depan sekali tuan menanti./Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali./Pedang di kanan, keris di kiri./ Berselempang semangat yang tak bisa mati". Baris tersebut juga menunjukkan perjuangan Pangeran Diponegoro yang tidak hanya didukung oleh kekuatan militer yang terlatih (pedang) tetapi juga oleh kekuatan rakyat yang sesuai tradisi (keris). Melihat semua ini,  Chairil muda hanya bisa berkata: "Dan bara kagum menjadi api". Seorang pemuda yang sedang bimbang dan berpikir keras sekarang berhadapan dengan seorang pangeran yang tegak dengan angkuhnya menghadapi hidup ini.
Pasukan Diponegoro memancarkan kekuatan (bergenderang-berpalu), mengandalkan semangat kesetiakawanan, dan saling mempercayai (kepercayaan tanda menyerbu). Hidup bukanlah sesuatu yang harus dipertahankan hanya supaya jangan mati. Hidup adalah sesuatu yang harus diisi dengan arti. Hidup akan cukup berharga kalau dia punya arti, meskipun arti itu hanya kita berikan satu kali. Hidup harus dikaitkan dengan sesuatu yang lebih besar dari hidup itu sendiri -- dalam hal Diponegoro, kemerdekaan negerinya. Dalam keadaan seperti itu, kematian yang menjadipikiran yang terus menerus datang mengganggu Chairil, tampak tidak berarti, karena kehidupan itu sendiri sudah tidak menjadi inti persoalan lagi, melainkan hanya tinggal bagian kecil dari suatu yang lebih besar itu. Karena itu, meskipun tahu bahwa dia mungkin akan kehilangan hidupnya, sang pangeran tetap tegak "tak gentar" di hadapan "lawan banyaknya seratus kali". Karena kemerdekaan adalah lebih tinggi dari kehidupan itu sendiri.
Apa yang diperjuangkan sang pangeran? "Bagimu, negeri menyediakan api", katanya. Diponegoro berjuang untuk tanah airnya, yang identik dengan kemerdekaan. Lebih baik punah dari pada hidup menghamba, lebih baik binasa daripada hidup tertindas.
Bait terakhir puisi “Diponegoro” menunjukkan kebulatan tekad para patriot untuk membela bangsa dan tanah air seperti berikut ini: maju/ serbu/ serang/ terjang. Penyair melihat bahwa para patriot bangsa tidak mempunyai pilihan lain dalam menghadapi penjajah kecuali maju untuk menyerbu, menyerang, dan menerjang musuh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar