DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943
Apresiasi Puisi
“Diponegoro”
Pangeran Diponegoro adalah
patriot bangsa yang pantas untuk diteladani. Di masa pembangunan ini semangat
perjuangan Pangeran Diponegoro harus dihidupkan kembali di dalam jiwa kita (Tuan
hidup kembali/ dan bara kagum menjadi api). Chairil melihat
betapa Pangeran Diponegoro begitu bergairah mempertahankan hidup ini.
Tanpa rasa takut, tanpa rasa bimbang, seakan-akan semua persoalan hidup ini
sudah terjawab. "Di depan sekali tuan menanti./Tak gentar. Lawan
banyaknya seratus kali./Pedang di kanan, keris di kiri./ Berselempang semangat
yang tak bisa mati". Baris tersebut juga menunjukkan perjuangan
Pangeran Diponegoro yang tidak hanya didukung oleh kekuatan militer yang
terlatih (pedang) tetapi juga oleh kekuatan rakyat yang sesuai tradisi (keris). Melihat
semua ini, Chairil muda hanya bisa berkata: "Dan bara kagum
menjadi api". Seorang pemuda yang sedang bimbang dan berpikir
keras sekarang berhadapan dengan seorang pangeran yang tegak dengan angkuhnya
menghadapi hidup ini.
Pasukan Diponegoro
memancarkan kekuatan (bergenderang-berpalu), mengandalkan semangat
kesetiakawanan, dan saling mempercayai (kepercayaan tanda menyerbu). Hidup
bukanlah sesuatu yang harus dipertahankan hanya supaya jangan mati. Hidup
adalah sesuatu yang harus diisi dengan arti. Hidup akan cukup berharga kalau
dia punya arti, meskipun arti itu hanya kita berikan satu kali. Hidup harus
dikaitkan dengan sesuatu yang lebih besar dari hidup itu sendiri -- dalam hal
Diponegoro, kemerdekaan negerinya. Dalam keadaan seperti itu, kematian yang
menjadipikiran yang terus menerus datang mengganggu Chairil, tampak tidak
berarti, karena kehidupan itu sendiri sudah tidak menjadi inti persoalan lagi,
melainkan hanya tinggal bagian kecil dari suatu yang lebih besar itu. Karena
itu, meskipun tahu bahwa dia mungkin akan kehilangan hidupnya, sang pangeran
tetap tegak "tak gentar" di hadapan "lawan banyaknya
seratus kali". Karena kemerdekaan adalah lebih tinggi dari kehidupan
itu sendiri.
Apa yang diperjuangkan
sang pangeran? "Bagimu, negeri menyediakan api", katanya.
Diponegoro berjuang untuk tanah airnya, yang identik dengan kemerdekaan. Lebih
baik punah dari pada hidup menghamba, lebih baik binasa daripada hidup
tertindas.
Bait terakhir puisi “Diponegoro” menunjukkan
kebulatan tekad para patriot untuk membela bangsa dan tanah air seperti berikut
ini: maju/ serbu/ serang/ terjang. Penyair melihat bahwa para patriot bangsa
tidak mempunyai pilihan lain dalam menghadapi penjajah kecuali maju untuk
menyerbu, menyerang, dan menerjang musuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar