Sabtu, 03 November 2012

Guru bukan Buruh


Nun jauh di negeri Antah Berantah terdengar kabar tentang profesi guru. Ada yang mengatakan guru adalah profesi yang amat mulia. Namun, ironisnya nasib guru lebih menyedihkan dari buruh. Yah, betul kawan. Pernahkah terdengengar di negeri kalian ada guru yang hanya diberi gaji 200 ribu atau 100 ribu, bahkan 50 ribu per bulan. Hak ini tidak sebanding dengan setumpuk dan segudang pekerjaan yang harus dikerjakan oleh guru? Ironisnya, hal itu tidak hanya terjadi di negeri Antah Berantah saja tetapi juga di negeri tetangga. Wow, tidak salah itu dengan tugas yang begitu berat, guru cuma digaji tidak mencapai upah minimum regional seorang buruh. Tidak sedikit guru yang bernasib seperti itu, ratusan bahkan ribuan guru yang mengalami nasib yang sama. Padahal, tugas mereka itu adalah mengisi berbagai macam softwere kepada peserta didik, mulai dari softwere agama, softwere pengetahuan, softwere perilaku dan masih banyak lainnya. Bertujuan agar kelak anak didik tersebut bisa tumbuh menjadi manusia yang beragama, berakhlak baik, berpngetahuan luas dan akan menjadi generasi bangsa yang tangguh di masa depan.

Kawan, pernah mendengar atau menyaksikan di negeri kalian atau negeri tetangga adanya peringatan hari buruh sedunia? Betul, para buruh sering memperingatinya. Lantas, apa kaitannya dengan guru?... Saya ingin memberitahukan kepada semua pihak, kalau (mohon maaf) buruh saja yang memproduksi barang, apabila salah masih bisa diperbaiki dengan cepat, misalnya sang buruh memproduksi meja dan diketahui hasilnya ada yang tidak sesuai dengan ukuran. Maka, kesalahan itu bagi sang buruh, sangat mudah untuk diatasi, ia pun mengambil meteran lagi, dan segera memperbaikinya. Selesailah pekerjaan itu dengan cepat. Mereka punya standart upah tertentu, yaitu UMR (Upah Minimum Regional), mempunyai undang-undang perburuan, mempunyai organisasi yang juga dilindungi undang-undang, segala permasalahan buruh ada lembaga arbitrase perburuhan, ada partai politik buruh, dan lainnya. Singkat kata kalau kita bisa bilang, jangan main-main dengan buruh.

Coba bandingkan, kita lihat tugas guru, guru mencetak siswa menjadi manusia yang berakhlak, guru membimbing siswa agar menjadi manusia yang berpengetahuan, ia memberi contoh dengan tauladan, ia membimbing dan memerhatikan siswanya dengan penuh perhatian dan kesabarannya, ia berharap siswanya kelak lebih pandai, lebih kreatif, lebih sopan santun darinya. Ia juga sadar kalau ia salah dan keliru dalam membimbing, maka kesalahan itu akan dibawa dan dipraktekkan anak sampai besarbahkan sampai tua. Misalnya, guru salah dalam mengajarkan siswa cara berwudhu, maka ilmu itu akan dibawa anak sampai dewasa bahkan sampai diturunkan kepada cucunya. Pernah ada cerita, seorang cucu yang bertanya pada kakeknya tentang cara membaca al-fatihah. Ia bilang. “kok seperti itu sih kek, cara membaca alfatihahnya”. Sang kakek pun menjawab,.” Ya, seperti itu guru kakek dulu mengajarkan kakek”. Nah percayakan. Jika guru keliru atau salah dalam pengasuhan atau pembimbingan, maka untuk merubahnya itu sangat sulit, bisa diperbaiki tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama.

Tak habis pikir, nyatanya dengan pekerjaan seperti itu guru tidak punya standar minimal upah atau UMR seperti para buruh, Undang-undang tentang guru itu pun baru tahun 2005, partai tentang guru tidak ada, lembaga arbitrase guru juga tidak ada. Para guru hanya mengandalkan belas kasihan para penguasa. Kalau penguasa perhatian sama pendidikan dan guru ya Alhamdulillah, kalau tidak ya inna lillah begitu saja. Istilahnya guru di negeri Antah Berantah maupun di negeri tetangga itu semuanya ikhlas, ada honor ya, diterima, gaji naik ya, disyukuri, kurang ya, bersabar karena pasti Allah akan membalasnya. Saya sering diingatkan oleh seorang guru senior yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan. Beliau mengatakan “ Jadi guru itu penghasilannya kecil, jangan dilihat uangnya, tapi nilai barakahnya itu, ia pun meneruskan mana ada sih anak guru (yang ikhlas dalam mengajar, dan bersyukur atas semua nikmat) tidak makan, mati kelaparan, bodoh, terbelakang dan seterusnya”. Saya pun berpikir, betul juga ya, kalau saya melihat teman-teman saya yang ayahnya dulu guru, sekarang mereka hadir ke dunia ini dengan menebar kemanfaatan, mereka banyak yang berhasil dalam hidup ini dan berbahagia dengan keluarganya.

Di akhir kisah ini dapat disimpulkan bahwa guru dengan buruh tidak sama bahkan jauh berbeda. Ada ssebuah something of miracle (keajaiban) yang diberikan oleh Allah, swt. Di dalam firman-Nya, Allah berjanji akan mengangkat atau menaikkan derajat orang-orang yang berpenetahuan atau yang memiliki ilmu pengetahuan dari orang-orang yang tidak berpengetahuan. Inilah keajaibannya, guru termasuk orang-orang yang berpengetahuan dan menyampaikannya kepada orang lain, maka pantaslah ia dinaikan derajatnya, derajat keluarganya, anak-anaknya dan anak-anak didiknya.

Dengan deemikian, marilah para guru mengerjakan tugasnya dengan ikhlas, penuh tanggung jawab dan professional, insyaallah, Allah, smt selalu menyertai umatnya yang berada di jalan-Nya karena Ia mahamelihat dan mahamendengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar