Sabtu, 03 November 2012

RESENSI NOVEL



                                                                KISAH KEHIDUPAN MANUSIA
Judul Buku                          : Belenggu
Pengarang                          : Armijn Pane
Penerbit                              : Dian Rakyat, Jakarta
Tahun                                   : 1938, Cetakan XVII 1995
Jumlah Halaman                  : 150 halaman

                Novel karya Armijn Pane dengan tebal 150 halaman ini mempunyai sejarah yang menggemparkan. Menurut sejarah, buku ini pernah ditolak oleh Balai Pustaka, ramai dipuji dan dicela. Akan tetapi, tak urung akhirnya menjadi salah satu novel klasik modern Indonesia yang harus dibaca oleh orang terpelajar Indonesia.
                Armijn Pane ialah seorang romantikus yang suka mengembara dalam jiwanya. Ia identik dengan zaman baru. Hal ini memengaruhi isi cerita ini sehingga pada waktu diterbitkan, Belenggu dianggap sesuatu yang baru. Belenggu memberi arah naru dalam kesusastraan Indonesia, baru dalam ceritanya, gaya bahasanya, dan gaya atau cara mengarangnya.
                Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran, namun dominan menggunakan alur maju. Walaupun demikian, dapat membawa para pembacanya menelusuri cerita demi cerita. Cara pengarang menggambarkan tokoh-tokoh dalam cerita ini berlainan dengan cara yang biasa dipakai pengarang lain. Tokoh utama pria, Sukartono, adalah seorang yang mau berkorban demi orang lain dan ia pun seorang suami yang mandiri dan memiliki ego yang tinggi. Sementara itu, Rohayah digambarkan sebagai sosok wanita yang lemah lembut, penyayang dan penuh perhatian, tetapi memiliki masa lalu yang suram.
                Gaya bahasa yang digunakan dianggap sebagai gaya yang baru dan berbeda. Armijn Pane banyak menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Belanda yang membuat para pembaca tidak mengerti dan harus menerka maksudnya. Dalam novel ini Armijn pandai menyelipkan ungkapan-ungkapan yang disusun secara menarik sehingga memberikan suasana yang romantis.
                Kisah dalam Belenggu diawali dari kehidupan perkawinan Sukartono dan Sukartini yang sudah tidak baik lagi. Sukartono kecewa karena sikap Tini yang berubah setelah menikah. Tini tidak peduli akan kehidupan rumah tangganya. Suatu saat, Tono bertemu dengan Nyonya Eni atau Rohayah. Dari wanita inilah Tono mendapatkan perhatian, kasih sayang dan kehangatan yang tidak didapatkan dari istrinya. Walaupun demikian, Tono dihantui perasaan bersalah atas perselingkuhannya dengan Rohayah karena ia sebenarnya masih mempunyai perasaan cinta pada istrinya. Namun, hal ini tidak menjadikan situasi kehidupan rumah tangganya semakin membaik karena dari masing-masing pihak tidak ada yang berusaha untuk memperbaikinya.
                Para tokoh yang dilukiskan daam novel ini hampir menyerupai karikatur karena terlalu berlebihan. Dalam melukiskannya, Armijn pikiran dan semangatnya. Gambaran Armijn terhadap tokohnya tidak tegas dan konsekuen. Namun, bagaimana pun buku ini telah membawa suatu kemajuan bagi sastra Indonesia karena cara penyampaian ceritanya yang unik. Tidak rugi bila kita mencoba untuk membacanya.
                Novel ini banyak mengandung amanat yang sangat bermanfaat bagi pembacanya. Armijn mengajarkan kepada kita untuk berbagi dan berkorban untuk orang lain.
                Hal yang menarik dari cerita ini adalah permainan perasaan pengarangnya yang memberikan suasana yang romantis. Dalam novelnya, Armijn pandai menyelipkan pertanyaan yang terus tersirat dari mula sampai akhir cerita, seperti kalimat berikut ini, “ Baiklah memandang ke belakang, bergunakah zaman dahulu, tidakkah lebih baik. Kalau zaman dahulu itu dibenamkan saja, dilupakan sama sekali?”.
                Namun, dengan segala keindahan dan kelebihannya, buku ini membawa pembacanya mendapat kesulitan dalam menangkap maksud Armijn Pane, terutama karena banyaknya penggunaan bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Pemakaian ungkapan dan kiasaan dalam kalimat membuat cerita ini terasa berat. Meski demikian, cerita ini tetap memikat dan penuh dengan muatan pesan yang dapat direnungkan dan diterjemahkan lebih dalam.

Info Tokoh
Armijn Pane
Dilahirkan di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908, meninggal di Jakarta, 16 Februari  1970. Berpendidikan HIS dan ELS (Tanjung Balai, Sibolga dan Bukittinggi), STOVIA Jakara (1923), NIAS Surabaya (1927) dan AMS-A Solo (tamat 1931). Pernah menjadi wartawan di Surabaya, guru Taman Siswa di Kediri, Malang dan Jakarta, sekretaris dan redaktur Pujangga Baru (1933-1938), redaktur Balai Pustaka (1936). Ketua Bagian Kesusastraan Pusat Kebudayaan (1942-1954), sekretaris BMKN (1950-1955) dan redaktur majalah Indonedia (1948-1955).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar