perkuliahan semina bi Pertemuan ke 5
siswa yang mempelajari bahasa
siswa yang mempelajari bahasa
Isah Susilawati
PEMBELAJARAN
BAHASA
Pembelajaran bahasa Indonesia
berdasarkan KTSP tertuju pada pengembangan aspek fungsional bahasa, yaitu
peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia. Ketika kompetensi berbahasa yang
menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada empat aspek keterampilan
berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.
Padahal, dalam teori kebahasaan Chomsky (1956)
menyatakan bahwa kegiatan berbahasa harus dilihat dari dua komponen, yaitu
komponen kompetensi dan komponen performansi. Komponen kompetensi
terkait dengan persoalan kepemilikan langue (sistem bahasa tertentu),
sedangkan komponen performansi terkait dengan persoalan parole (ujaran).
Hakikat
Pemerolehan Bahasa Anak
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua
keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan
kemampuan memahami tuturan orang lain.
BEBERAPA
PENDAPAT MENGENAI PEMEORELAHAN BAHASA
1.
Pemerolehan
bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau
pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal
(Tarigan dkk., 1998).
2.
Kiparsky
dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses
yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan
ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan
paling sederhana dari bahasa bersangkutan.
Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah
sadar. Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh
pengajaran yang secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada di dalam bahasa
kedua. Berbeda dengan proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan
secara sengaja atau secara sadar dilakukan oleh pembelajar di dalam
menguasai bahasa.
karakteristik pemerolehan bahasa
menurut Tarigan dkk. (1998):
1.
berlangsung
dalam situasi informal, anak-anak belajar bahasa tanpa beban, dan di luar sekolah;
2.
pemilikan
bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti
sekolah atau kursus;
3.
dilakukan
tanpa sadar atau secara spontan; dan
4.
dialami
langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.
Tarigan dkk.
(1998) mengungkapkan bahwa anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat yang menggunkan bahasa daerah sebagai media
komunikasi kesehariannya, kemungkinan besar anak itu bahasa pertamanya adalah
bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa keduanya. Sekalipun anak itu
telah mengenal bahasa Indonesia melalui berbagai media (misalanya radio dan
televisi), tetapi bahasa Indonesia yang dikuasainya baru benar-benar digunakan
ketika telah bersekolah.
Hakikat pembelajaran bahasa
Pembelajaran bahasa mengacu pada
proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh
bahasa pertamanya (B1). Pembelajaran bahasa digunakan untuk mengacu pada
penguasaan bahasa kedua, baik secara formal di dalam pendidikan formal maupun
secara informal di dalam masyarakat di sekitar kehidupan si pembelajar.
Faktor-faktor
penentu dalam pembelajaran bahasa kedua
1.
Faktor
Motivasi
•
Menurut
Coffer (dalam Abdul Chaer) motivasi adalh dorongan hasrat, kemauan, alasan,
atau tujuan yang menggerakan orang itu melakukan sesuatu.
•
Browen
(dalam Abdul Chaer) motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi
atau keinginan yang menggerkan sesorang berbuat sesuatu.
Jadi,
motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri
pembelajar yang menyebabkan pembelajar memiliki keinginan yang kuat untuk
mempelajari suatu bahasa kedua.
Ada asumsi
orang yang di dalam dirinya ada keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin
dicapai dalam belajar bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil dibandingkan
dengan orang yang belajar tanpa dilandasi suatu dorongan, motivasi, tujuan itu.
2. Faktor
Usia
•
Menurut
Bambang Djunaedi (dalam Abdul Chaer) pembelajaran dalam bahasa kedua, anak-anak
lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibandingkan
dengan orang dewasa.
Hasil
Penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua ini menunjukkan
hal berikut.
1)
Dalam
hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab
urutan pemerolehan oleh kanak-kanak dan orang dewasa tampaknya sama saja
(Fathman, 1975; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982).
2)
Dalam
hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1)
anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam sistem pemerolehan sistem
fonologi atau pelafalan; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada
kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis; (3) kanak-kanak lebih
berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (Oyama, dkk.
1976)
2. Faktor
Usia
•
Menurut
Bambang Djunaedi (dalam Abdul Chaer) pembelajaran dalam bahasa kedua, anak-anak
lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibandingkan
dengan orang dewasa.
Hasil
Penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua ini menunjukkan
hal berikut.
1)
Dalam
hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab
urutan pemerolehan oleh kanak-kanak dan orang dewasa tampaknya sama saja
(Fathman, 1975; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982).
2)
Dalam
hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1)
anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam sistem pemerolehan sistem
fonologi atau pelafalan; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada
kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis; (3) kanak-kanak lebih
berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (Oyama, dkk.
1976)
3. Faktor
Penyajian Formal
Dua tipe
pembelajaran bahasa kedua yaitu naturalistik dan tipe formal.
q Tipe naturalistik berlangsung secara alamiah dalam
lingkungan keluarga (tempat tinggal) sehari-hari tanpa guru dan tapa
kesengajaan.
q Tipe formal berlangsung secara formal dalam pendidikan di
sekolah dengan guru, dengan kesengajaan, dan dengan berbagai perangkat formal
pembelajarannya, seperti kurikulum, metode, guru, media belajar, materi
pembelajaran, dan sebagainya.
4. Faktor Bahasa Pertama
q Menurut
para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama
(bahasa ibu atau bahasa yang lebih dahulu diperoleh) mempunyai pengaruh
terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, dalam Abdul Chaer).
q Bahasa
pertama telah lama dianggap menjadi penggangu di dalam proses pembelajaran
bahasa kedua. Hal ini karena biasa terjadi seorang pembelajar secara sadar atau
tidak melakukan tranfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa
kedua (Dulay, dkk. Dalam Abdul Chaer). Akibatnya, terjadilah yang disebut
interferensi, alih kode, campur kode, atau juga kehilafan (error).
5. Faktor
Lingkungan
Menurut
Dulay (dalam Abdul Chaer) meneragkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat
penting bagi seorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa
baru (bahasa kedua).
Lingkungan
bahasa adalah
segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa kedua
yang sedang dipelajari (Tjohojono, dalam Abdul Chaer).
Pegaruh
lingkungan, dibagi
dua:
1)
Pengaruh lingkungan formal, dan
2)
Pengaruh lingkungan informal.
3)
Pemerolehan
bahasa pertama yang berlangsung sejak bayi sampai berakhirnya masa atau priode
kritis untuk pemerolehan bahasa pertama.
4)
Pembelajaran
bahasa kedua terjadi setelah seorang pembelajar menguasai dan menuranikan
bahasa pertamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar