Sabtu, 03 November 2012


perkuliahan semina bi Pertemuan ke 5
siswa yang mempelajari bahasa
Isah Susilawati

PEMBELAJARAN BAHASA
          Pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan KTSP tertuju pada pengembangan aspek fungsional bahasa, yaitu peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia. Ketika kompetensi berbahasa yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.
           Padahal, dalam teori kebahasaan Chomsky (1956) menyatakan bahwa kegiatan berbahasa harus dilihat dari dua komponen, yaitu komponen kompetensi dan komponen performansi. Komponen kompetensi terkait dengan persoalan kepemilikan langue (sistem bahasa tertentu), sedangkan komponen performansi terkait dengan persoalan parole (ujaran).

Hakikat Pemerolehan Bahasa Anak
          Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain.
BEBERAPA PENDAPAT MENGENAI PEMEORELAHAN BAHASA
1.    Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998).
2.    Kiparsky dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa bersangkutan.

Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada di dalam bahasa kedua. Berbeda dengan proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa.
karakteristik pemerolehan bahasa menurut Tarigan dkk. (1998):
1.    berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar bahasa tanpa beban, dan di luar sekolah;
2.    pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus;
3.    dilakukan tanpa sadar atau secara spontan; dan
4.    dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.

          Tarigan dkk. (1998) mengungkapkan bahwa anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang menggunkan bahasa daerah sebagai media komunikasi kesehariannya, kemungkinan besar anak itu bahasa pertamanya adalah bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa keduanya. Sekalipun anak itu telah mengenal bahasa Indonesia melalui berbagai media (misalanya radio dan televisi), tetapi bahasa Indonesia yang dikuasainya baru benar-benar digunakan ketika telah bersekolah.

Hakikat pembelajaran bahasa
          Pembelajaran bahasa mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya (B1). Pembelajaran bahasa digunakan untuk mengacu pada penguasaan bahasa kedua, baik secara formal di dalam pendidikan formal maupun secara informal di dalam masyarakat di sekitar kehidupan si pembelajar.
         
Faktor-faktor penentu dalam pembelajaran bahasa kedua
1.    Faktor Motivasi
      Menurut Coffer (dalam Abdul Chaer) motivasi adalh dorongan hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang menggerakan orang itu melakukan sesuatu.
      Browen (dalam Abdul Chaer) motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerkan sesorang berbuat sesuatu.
Jadi, motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri pembelajar yang menyebabkan pembelajar memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Ada asumsi orang yang di dalam dirinya ada keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil dibandingkan dengan orang yang belajar tanpa dilandasi suatu dorongan, motivasi, tujuan itu.
2. Faktor Usia
      Menurut Bambang Djunaedi (dalam Abdul Chaer) pembelajaran dalam bahasa kedua, anak-anak lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibandingkan dengan orang dewasa.
Hasil Penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua ini menunjukkan hal berikut.
1)    Dalam hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab urutan pemerolehan oleh kanak-kanak dan orang dewasa tampaknya sama saja (Fathman, 1975; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982).
2)    Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1) anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam sistem pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis; (3) kanak-kanak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (Oyama, dkk. 1976)
2. Faktor Usia
      Menurut Bambang Djunaedi (dalam Abdul Chaer) pembelajaran dalam bahasa kedua, anak-anak lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibandingkan dengan orang dewasa.
Hasil Penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua ini menunjukkan hal berikut.
1)    Dalam hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab urutan pemerolehan oleh kanak-kanak dan orang dewasa tampaknya sama saja (Fathman, 1975; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982).
2)    Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1) anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam sistem pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis; (3) kanak-kanak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (Oyama, dkk. 1976)
3. Faktor Penyajian Formal
Dua tipe pembelajaran bahasa kedua yaitu naturalistik dan tipe formal.
q Tipe naturalistik berlangsung secara alamiah dalam lingkungan keluarga (tempat tinggal) sehari-hari tanpa guru dan tapa kesengajaan.
q Tipe formal  berlangsung secara formal dalam pendidikan di sekolah dengan guru, dengan kesengajaan, dan dengan berbagai perangkat formal pembelajarannya, seperti kurikulum, metode, guru, media belajar, materi pembelajaran, dan sebagainya.
4. Faktor Bahasa Pertama
q           Menurut para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama (bahasa ibu atau bahasa yang lebih dahulu diperoleh) mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, dalam Abdul Chaer).
q           Bahasa pertama telah lama dianggap menjadi penggangu di dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini karena biasa terjadi seorang pembelajar secara sadar atau tidak melakukan tranfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua (Dulay, dkk. Dalam Abdul Chaer). Akibatnya, terjadilah yang disebut interferensi, alih kode, campur kode, atau juga kehilafan (error).
5. Faktor Lingkungan
Menurut Dulay (dalam Abdul Chaer) meneragkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi seorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua).
Lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohojono, dalam Abdul Chaer).
Pegaruh lingkungan, dibagi dua:
1)    Pengaruh lingkungan formal, dan
2)    Pengaruh lingkungan informal.
3)    Pemerolehan bahasa pertama yang berlangsung sejak bayi sampai berakhirnya masa atau priode kritis untuk pemerolehan bahasa pertama.
4)    Pembelajaran bahasa kedua terjadi setelah seorang pembelajar menguasai dan menuranikan bahasa pertamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar